Dengan bergurau, seseorang mendefinisikan kebahagiaan sebagai “suatu sensasi menyenangkan yang muncul karena membayangkan kesengsaraan orang lain.”
Barangkali hanya sedikit dari kita yang mengaku setuju dengan definisi ini. Yang aku khawatirkan adalah bahwa sebenarnya kita semua membenarkan hal itu. Memang dapat dimengerti bila kita menginginkan kesuksesan seperti orang lain. Namun, kita salah jika berpikir, “Jika aku tidak bisa memiliki sesuatu, maka orang lain tidak boleh mendapatkan sesuatu yang aku inginkan itu.”
Lebih berbahaya lagi jika perasaan iri hati itu tidak terkontrol, seseorang bisa saja berbuat jahat karena tidak bisa mengatasi perasaan tersebut.
Saat Aku berusia belasan tahun, aku mulai sadar bahwa kakakku lebih berbakat di bidang seni daripada aku. Awalnya ada sedikit perasaan kesal yang muncul dalam diriku, tetapi syukurlah perasaan itu tidak sempat berkembang menjadi iri hati. Mengapa? Karena aku mengasihi kakakku. Tak lama kemudian, aku mulai bangga dengan prestasinya dan ikut bahagia melihatnya menang dalam berkompetisi dan sedih saat ia kalah.
Pengalaman itu mengajarkanku, bahwa kasih dan iri hati tidaklah mungkin hidup bersama dalam hati manusia. Sekarang, setiap kali iri hati menampakkan wajah buruknya, aku selalu mengingat bagaimana kasih saya kepada kakakku mampu mengusir perasan itu dari diriku.
Tekad untuk mengasihi orang lain adalah rahasia untuk mengatasi rasa iri hati
Ditulis kembali oleh :
Catharina Tyas Kusumastuty