Tulisan ini berdasar obrolan di WA, karena menarik maka aku ingin bagikan juga di sini. Semoga bermanfaat.
+ Apakah krn dekontruksi tdk juga menawarkan solusi, lalu kembali ke religi?
– Lha.. Itulah… Mungkin juga sudah terlanjur jadi bangsa ‘konsumtif’, tapi tidak punya daya cipta.. Mungkin ‘kehampaan’ itu yg membuat kembali menguatkan ‘identitas religi’…atau.. Itu sebagai sebentuk defends mechanism kolektif juga bisa.. Defends atas dunia digital yg kian mengglobal
+ Sementara dari budaya lesan ke budaya tulisan belum tuntas lompat langsung ke digital,….
Secara bentuk memang tulisan, namun secara “roh” tanpa batasan (spt lesan). Urusan privat dan publik tercampur, dlm hal ini lebih dominan yg buruk nya.
Batasan yg kumaksud adalah etik (empan papan) dalam bahasa umum konteks,….jadi sekarang seperti kehilangan konteks atau lebih tepatnya konteks nya kabur
Aku menduga yg dibutuhkan adalah spiritualitas, namun krn gagap mereka kurang dpt menemukan di dalam agama. Agama dilihat spt pengetahuan yg ilmiah, yg harus dpt diterima akalnya, padahal banyak hal yg spiritual tdk dpt didekati dengan akal saja.
– Thats point…
Spiritualitas.
Dan itu mereka harapkan bisa mereka dapatkan dari ‘agama’
Ruang ruang hampa di tengah lalu lalang informasi yang tak sempat mereka cerna
….mereka bahkan belum sempat ‘mengendapkan’ apapun
Sementara, (SIMBOL SIMBOL) agama dianggap bisa menjawab kerinduan alamiah itu
+ Ya,..terjerat dalam simbol simbol saja,…apakah mungkin ada ketakutan utk masuk kekedalaman simbol itu, atau memang malas?
– Bahkan mereka belum sempat ‘takut’…takut adalah bagi mereka yg sudah (sadar) melongok… Simbol itu juga ‘lalu lalang’ bagi mereka, yang berbahaya adalah jika dari simbol melompat ke aksi (tipikal anak muda)….
Mereka yg ‘teradikalisasi’ itu justru bukan para alumni pesantren, yg punya banyak waktu berdialog dng diri sendiri dan berdialektika…. Tapi,
Anak muda alay yg haus eksistensi instan
….sederhana nya, ya mereka belum ‘aware’ atas kehampaan dan kebutuhan mereka sendiri
Dunia digital memaksa mereka MELEK (tidak berarti s a d a r) dari detik ke detik… Tanpa sempat mereka RE-TREAT
Sementara, mau re-treat, apanya yg mau di re-treat, wong rumusan batin aja mereka belum punya, boro boro punya, kesempatan berhenti sejenak untuk melongok aja gak ada /gak sadar bahwa itu perlu
Jangankan mereka, kita saja wong wong setengah tuwa, jam tidurnya sudah banyak berubah karena lalu lalang digital itu
…yah, ironi sebenarnya
+ Jadi bagaimana menyentuhkan spiritualitas itu lagi, dpt menjadi solusi ya?
– …ya, minimal anak anak muda sekarang itu gimana caranya diajak ‘berhenti sejenak’, berhenti bukan karena mereka bergerak, tapi mereka melayang layang seperti bulu diterbangkan angin….
mereka yg ‘berhenti’, adalah awal membuat ‘refleksi’
Ya, semacam generasi X menangkap satu kontradiksi, di dunia yg (nampaknya) linear, mengapa terjadi fenomena yg (nampaknya) retro…
Itu asumsi ‘netral’nya kurasa
Yogyakarta, 27 Mei 2018
https://www.varkeyfoundation.org/what-we-do/policy-research/generation-z-global-citizenship-survey/
Post ini menurutku masih menunjukkan seperti biasa banyak orang yang bisa berteori dan menjelaskan mengapa. Analisanya sudah okay bisa diterima. Tapi begitu ditanya di bagian akhir bagaimana solusinya…nggak banyak yang bisa ditawarkan. Ini juga suaru fenomena yang sudah menjadi masalah tersendiri. Banyak ngomongnya tapi belum tahu caranya. Kenapa belum tahu caranya? Karena selama ini yah cuma itu aja….ngomong tok. Hanya orang yang sudah turun di lapangan yang bisa ngomong bagian ini lebih mendalam.
SukaDisukai oleh 1 orang
Tulisan yang sangat menginspirasi, Pak. Terima kasih sudah berbagi dan mengangkat masalah yang sangat menjadi momok untuk kita semua saat ini.
Saya termasuk didalam generasi yang dimaksudkan didalam tulisan ini (Sadar diri) dan memang saya akui keinginan untuk menjadi ‘eksis’ dan mendapat pengakuan dari orang lain/kelompok adalah alasan yang kuat untuk menjadi cepat naik pitam dan menghakimi masalah-masalah yang berbau agama tanpa memandang nilai-nilai spiritual didalamnya.
SukaDisukai oleh 1 orang
Ya,…mari lebih berani melihat ke dalam diri, temukan yang Ilahi. Hal ini akan menjadi langkah awal untuk bertindak “spiritual”….
Berhenti sejenak, Hening,….refleksi,…memilah dan memilih…., Temukan yang baik, rangkum dalam doa…syukur….jadikan semangat,…lakukan …hidup baru…
SukaDisukai oleh 2 orang
Terima kasih, Pak.
Berkah Dalem.
SukaDisukai oleh 1 orang