Untuk Rio
Kita memang bukan pasangan sempurna
Kata orang, pernikahan terasa indah dan bahagia
Hanya di tiga atau lima tahun pertama
Delapan tahun berlalu, rasa itu nyatanya masih terus ada dan kian menyala
Hidup kita menjadi lebih berwarna dan bermakna ketika bersama
Walaupun belum ada anak di rumah kita
Hanya ada seekor kucing gemuk yang menemani kita dengan setia
Juga menemani tidur kita di atas tempat tidur yang hangat dan dipenuhi cinta
Katamu, kau tidak keberatan bila selamanya kita hanya hidup berdua
Katamu, selagi kita bahagia hidup berdua, kenapa tidak kita nikmati saja?
Tapi awalnya aku meragu, bagaimana kalau sebenarnya bersamaku kau tak bahagia?
Namun waktu perlahan memberikan jawabannya
Kau tahu bahwa saat awal-awal kita hidup bersama
Ada trauma-trauma yang masih kubawa
Ada kemarahan di masa lalumu yang masih belum bisa kau redamkan sepenuhnya
Masih ada luka dalam diri kanak-kanak kita
Bagaimana kalau kau meninggalkanku seperti mereka?
Bagaimana kalau kau hanya memanfaatkan tubuhku saja?
Bagaimana kalau pada akhirnya kita menyerah karena merasa sia-sia?
Namun aku salah sangka
Luka-luka itu ternyata dapat kita basuh dan rawat bersama-sama
Datang ke ahli profesional lalu sampai di rumah kita saling belajar menjaga dan merawat hati yang pernah terluka
Keguguran itu terjadi untuk kesekian kalinya
Dan kau masih selalu ada dalam setiap suka dan duka
Mengambilkan minyak kayu putih di atas meja
Mengusap-usapkannya ke punggung dan tengkukku saat aku sedang sakit tanpa pernah kuminta
Menyemangatiku saat aku merasa gagal dan putus asa
Menyemangatiku untuk tetap bekerja dan melakukan hal yang kusuka walau kadang penghasilanku tak seberapa
Memelukku mesra dan menanyakan kita akan makan apa, seusai bercinta
Menanyakan bagaimana hari-hariku saat kau pulang dari bekerja
Katamu, ada yang kurang bila kita tidak bicara sehari saja
Katamu, ada yang kurang bila aku sedang tidak ada
Katamu, bersamaku kau tak lagi merasa sepi dan hampa
Katamu, melihatku terdiam saja kadang kau bisa tertawa
Katamu, bersamaku kau seperti merasa diterima apa adanya
Dan bisa menjadi dirimu yang sebenarnya tanpa harus berpura-pura
Katamu, kehadiranku menjadi salah satu penyemangatmu dalam bekerja dan berkarya
Lalu bepergian ke tempat-tempat yang kita suka
Ke pantai yang sepi sambil berteriak sepuasnya
Atau sekadar duduk di atas pasir pantai sambil memandangi ombak hingga senja tiba
Ke kafe langganan kita
Di sana kau sibuk menggambar sementara aku sibuk membaca
Selesai makan di sana, lalu kita kembali bertukar cerita
Atau hanya di rumah saja
Saling mendengarkan cerita kita yang itu-itu saja
Atau saling memberikan lelucon yang itu-itu saja
Bahkan hingga berbagi beban kehidupan yang menyesakkan bila hanya dipendam di dada
Yang berat bila hanya dipikul sendirian, yang lebih ringan bila dipikul bersama
Juga membantuku membersihkan noda darah di seprai saat keguguran untuk kesekian kalinya
Juga membantuku membersihkan rumah atau memandikan kucing kesayangan kita
Serta hal-hal besar lainnya atau bahkan hal-hal sederhana tapi membahagiakan lainnya
Yang pernah kita lakukan bersama
Yang tidak bisa kita ceritakan pada siapa-siapa
Cukup hanya kita yang tahu saja
Ya, cinta itu masih ada, sama, dan kian menyala
Nyatanya cinta butuh dirawat dan dijaga agar tidak mati dan hampa
Kita memang bukan pasangan sempurna
Tak terhitung sudah keberapa kalinya kita berdebat, berselisih pendapat, merasa lelah dan kewalahan dengan masalah-masalah yang ada
Ada saat di mana kau kewalahan menghadapi kekuranganku, begitu pula sebaliknya
Itu semua wajar, karena kita ini hanya manusia biasa
Tapi setidaknya dari kesalahpahaman dan perselisihan yang ada,
Sejauh apapun kita berkelana di luar sana,
Kita tetap selalu ingin kembali pada hati dan rumah yang sama
Kita tetap merindukan seseorang yang sama
Seseorang yang padanya kita temukan arti kenyamanan, ketulusan, dan cinta yang semestinya
Aku menyebut perselisihan sehat itu sebagai ‘pupuk’ yang membantu kita merawat hubungan yang telah kita jalani bersama
Yang membuat kita tidak menyerah pada keadaan, yang justru mengarahkan kita pada keterbukaan, pemahaman, kebaikan, kerjernihan pikiran, serta keinginan yang kuat untuk terus bertumbuh bersama
Selalu ada titik temu di antara kita
Dari waktu-waktu, dari segala perjuangan dan pengorbanan yang pernah ada
Kebersamaan itu tidaklah sia-sia
Justru teramat bermakna dan berharga
Barangkali itu adalah pesan yang ingin disampaikan dari calon anak-anak kita
yang telah tiada
Rio, kita berhutang banyak pada mereka
Semoga kelak kita bisa menjumpai mereka di Surga
Kelak, bila kesempatan itu ada, bila kita dianugerahi satu saja
Kelak saat menjadi orang tua, kita akan berusaha memberikan yang terbaik untuknya
Kita berkewajiban untuk membuatnya merasa dicintai seutuhnya
Bila kesempatan itu tidak ada, juga tidakpapa
Semoga kita tetap menjadi sepasang manusia yang bahagia dan dipenuhi cinta walau hanya hidup berdua…
Seperti yang pernah kau katakan padaku, selagi kita bahagia hidup berdua, kenapa tidak kita nikmati saja?
Satu kalimat yang akan selalu kuingat darimu, “banyak jalan menuju bahagia, Prita…”
Terimakasih banyak Rio, yang telah bersedia untuk terus bertumbuh bersama
Catatan tambahan: Refleksi Buah Cinta …
Dalam rumah yang dipenuhi cinta, Februari, 2021.
2 tanggapan untuk “Cerita Pendek, Drama Perjuangan Hidup Prita #14 Epilog, Untuk Rio”